Oleh: Rohmat Bahtiar
Manusia adalah
pemimpin bagi bawahannya, diri sendiri, istrinya, anaknya, suaminya, dan
keluarganya dan semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Dalam sebuah hadist dinyatakan bahwa:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم
قال: ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الاعظم الذي على الناس راع وهو
مسؤول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته والمرأة راعية على أهل
بيت زوجها وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسؤول عنه ألا
فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
Yang artinya:
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda,
“Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab
terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat
yang dipimmpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai
pertanggungjawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah
pemelihara rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah pemelihara harta tuannya
dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua
adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang
dipimpinnya”
Amanah artinya adalah sebuah kepercayaan,
dan pemimpin mengemban kepercayaan dari orang-orang yang dipimpinnya dan itu
merupakan tanggung jawab dan amanah yang besar yang ia dipegang, betapa tidak
karena upaya mewujudkan cita-cita menuju kesejahteraan dan keadilan itu ada
pada kebijakannya Nasib bawahan terletak pada kebijaksanaan dan kearifan
seorang pemimpin.
Ada kisah tentang
Rosulullah SAW, yang pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh
para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat
sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi
pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.
Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu
langsung bertanya setelah selesai bersembahyang :
"Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang
amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?"
"Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar"
"Ya Rasulullah... mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh,
kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan?
Kami yakin engkau sedang sakit..."
desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya.
Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti
sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil
itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh
baginda.
"Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan,
kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?"
Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu.
Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?" "Biarlah kelaparan ini
sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di
dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak."
Alangkah bahagianya apabila kita
mendapatkan pemimpin yang yang seperti Rosulullah, yah…minimal
seper empatnya saja juga tidak apa-apa. Dan bila “mimpi” itu bisa
terwujud maka tidak mungkin ada yang namanya gaji telat dan tidak mungkin ada
yang namanya biaya operasional molor!
Semoga sedikit kisah dan keluh kesah ini,
mampu membuka hati nurani, Amin! Saya teringat sesuati yang diampaikan di dalam
pelatihan Pelatdas (pra tugas) oleh
pemandu dan akhirnya kita sampaikan pula kepada masyarakat bahwa lunturnya
nilai-nilai luhur kemanusiaan (lunturnya hati nurani manusia) adalah akar dari
kemiskinan.
"Apabila Rakyatku Lapar, maka akulah yang lapar paling awal. Dan apabila rakyatku kenyang, maka akulah yang kenyang paling akhir"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar